Bomb of Fear

Bom akan ketakutan, yang bisa meledak kapan  saja. Sayang, tidak bisa begitu dimengerti oleh yang lainnya sementara yang merasakan merasa merana, ketakutan. Rasanya hanya satu: ingin berlari, menghindar, sejauh mungkin. Lalu orang bijak berkata: hadapi.

***
Selamat, anda kelas 12!

"Cepet juga yaaah. Tahun depan udah kuliah anaknya, bu." 
Seenggaknya itu yang diucapkan orang-orang waktu ketemu emak gua dan nanya: anaknya kelas berapa. Tapi mereka benar, itu terlalu cepat. Rasanya baru kemaren gua jadi murid baru di 46, duduk di ujung depan kelas, deket pintu, dan sekarang, gua udah kelas dua belas?! Bohong. Kalo kata Adam Lavine bilang, "don't grow up, it's a trap."

Kelas dua belas. Identik dengan serius.
"Ah aku belom mau diseriusin, masih SMA."
bukan, bukan serius yang itu. Serius yang ini tentang ujian. Kelas dua belas akrab dengan ujian, juga dengan makin ketatnya jadwal belajar. Kalo kata wali kelas gua yang baru (uhuy. baru), sehari aja lo gak masuk, bakal ketinggalan kereta. Bayangin, dia sampe menyamakan kegiatan belajar di kelas 12 itu kayak kereta: cepat dan terencana. Kurang menegangkan apa kelas dua belas? (kayak yang digambarkan guru-guru yang udah masuk di hari pertama sekolah).

Untuk mendukung keseriusan akan ujian di kelas 12, maka emak gua menyarankan (dan mengharuskan) gua ikut bimbingan belajar, kayak orang-orang. Looks simple, but the fear starts here..

Bukan, gua sama sekali gak takut tentang rencana belajar di kelas dua belas yang katanya bakal sangat sibuk. Bukannya meremehkan, tapi bukannya itu termasuk cara kita mengejar apa yang kita mau setelah lulus nanti?
Wahai anak muda, jika engkau tidak sanggup menahan lelahnya belajar, engkau harus menanggung pahitnya kebodohan.    -Pythagoras
Wahai jiwa-jiwa muda...

Jadi, ketakutan apa? Gua takut ketemu lingkungan baru yang mengharuskan gua menghabiskan banyak waktu di sana. Gua punya pengalaman yang (bagi gua) bikin muak selama ikut bimbel. Dua kali gua ikut bimbel: pada bimbel yang terakhir gua memutuskan buat berenti karena gak betah.

Yang pertama ketakutan itu mungkin tidak begitu nyata, waktu itu kelas empat, gua pernah ikut les di Primagama. Waktu itu, di saat pelajaran, entah pelajaran apa, dan entah pelajaran apa, gua yang duduk di pojok kelas kecil berisi sekitar 7 orang, gua udah lupa kenapa, saat itu gua menyusupkan kepala di sela-sela tas yang ada di meja gua, starts to cry quietly. Masih kelas empat, wajar aja *ngeles. Di les yang harus terpaksa diikuti karna udah bayar setahun itu, akhirnya gua banyak bolos, alesannya cuma satu: gua gak betah sama temen-temennya.

Yang kedua ikut bimbingan belajar bahasa inggris di LIA waktu SMP. Awalnya aman-aman aja karena pertama kali gua masuk di sana masih dipenuhi orang-orang yang 'menyenangkan', sampai makin kesini gua mulai gak betah, orang-orang menyenangkan itu silih berganti juga pergi. Sisanya cuma orang-orang yang suka nyinyir dan gua gak nyambung sama topik mereka. the main thing is I really didn't feel comfort at there. Sampe kalo jam istirahat, anak-anak pada ke kantin, gua menyendiri: di toilet, karena anak ceweknya pada di kantin dan di kelas isinya cowok semua. Gua di toilet sampe waktu istirahat selesai, entah benerin otak atau boker, pokoknya gua mau menghilang saat itu. Sampai suatu hari di saat gua bener-bener muak, gua minta keluar, kalo mau bisa baca di sini: memulai sabtu bebas. Gua sangat bahagia di bolehin berenti les waktu itu.

Yes, you are allowed to say: dasar anti sosial.
You. can. say. everything. you. want. to. say.

Sekarang gua sedang belajar untuk menikmati setiap lingkungan sosial yang ada. Memilah-milahnya, dan jika gua gak cocok, jangan sampai menghancurkan kebahagiaan yang gua miliki, biarkan dia berjalan sendiri.

Dan ya sudah, itu cuma luka di masa lalu yang cuma bisa dijadikan pelajaran, bukan di kenang. Ketakutan berlebihan karena pengalaman pait gak ada gunanya. Kalo kata manusia: move on. Atau kata motivator: hadapi dan nikmati. Ketakutan cuma membuat manusia terjebak di tempat yang sama, dan gak akan membawa ke tempat yang lebih baik. Gua akan berdamai dengan ketakutan di sini.
Kenapa cuma berdamai, bukan dilenyapkan saja? Karena manusia pasti akan selalu mempunyai ketakutan. Manusia yang gak punya rasa ketakutan itu cuma manusia yang sombong. Yang salah adalah ketakutan yang berlebihan dan tidak rasional. Kita gak perlu menghilangkan ketakutannya, kita hanya perlu berdamai dengannya dan membuatnya lebih masuk akal.

it will help you to neutralize that fear.

because my desire to seek knowlege is bigger than my fear about socialization.

 

you know, I will prove that Nelson Mandela's quote,
nothing's impossible, including to making peace with that fear.