The Fine 2018

Seriously, it was fine. Or should I say that... incredible?

If you search the meaning of  'incredible' in Oxford Dictionary, it will shown as "impossible to believe". Was my 2018 impossible to believe? So, here's my answer:

Yes, it was impossible to believe for Sarah in 2017.

***

Masih tertulis rapi curhatan gua di binder beberapa hari sebelum ulang tahun gua ke-20, tepatnya di tahun 2017. Sarah pada waktu itu menulis kalau dia bingung dengan dirinya sendiri. Di umur yang seharusnya sudah memiliki tanggung jawab besar, ia malah merasa 'hilang'.

Hilang. Terlalu banyak melihat aktivitas orang lain tapi tidak dibarengi dengan aktivitasnya sendiri. Ujung-ujungnya malah membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Kemudian merasa sedih karena merasa dirinya bukan apa-apa.

Hilang. Tidak tau mau apa. Tidak tau harus melakukan apa. Tidak tau harus jadi apa.

Penjelasan di atas sekaligus rekap kehidupan perkuliahan gua dari awal masuk di tahun 2015 sampai 2017. Rentang waktu tersebut sukses mengalungkan medali 'kupu-kupu' alias kuliah-pulang kuliah-pulang ke gua. Sebab dari kenapa gua merasa bukan apa-apa.

Ada alesannya sih kenapa gua belum memilih untuk masuk ke organisasi atau aktif ikut kegiatan apapun di kampus: gua mau pulang cuy. Ikut organisasi nempel banget dengan label sibuk termasuk di akhir pekan. Artinya, sebagai mahasiswa yang jarak antara kampus dan rumah sejauh 36 km gua harus mengorbankan waktu untuk tidak pulang ke rumah. Sedangkan dengan lokasi kampus gua di Bogor, rumah gua di Tangsel membuat godaan buat pulang kuat banget. Masa adaptasi gua juga lama sekali. Jadi tahun pertama dan tahun kedua kuliah rasanya masih selalu homesick. Gua pun juga gak se-happy itu di kampus. Makanya, pulang ke rumah tujuannya buat balikin mood-mood baik gua dan buang-buangin mood jelek yang sudah terakumulasi di akhir pekan. Kalau gak pulang dua minggu saja, mood jelek gua sudah terakumulasi sejumlah dua kali lipat. Bayangin kenapa gua segitunya selalu pengen pulang di akhir pekan.

Di tahun ketiga kuliah yaitu pertengahan 2017, gua sebenernya udah lumayan selaw. Beberapa minggu gak pulang ke rumah karena mata kuliah kampret yang ngambil kegiatan di akhir pekan bikin gua terbiasa (eh kalau selaw kenapa ngatain kampret ya? hehe). Tingkat adaptasi gua juga sudah semakin oke. Tapi karena masih tidak punya kegiatan makanya, sekali lagi, gua masih merasa bukan apa-apa.

Lalu menjelang akhir tahun gua memutuskan untuk ikut organisasi kemahasiswaan berbentuk Himpunan Profesi (Himpro) di kampus. Tujuannya pada saat itu sebenarnya HANYA agar gua punya pengalaman berorganisasi di kampus.

Singkat cerita, keterima lah gua di REESA (nama Himpro di departemen gua - ESL) dan masuk biro Media dan Publikasi (MP). Di awal tahun 2018, kegiatan-kegiatan Himpro perlahan mulai muncul ke permukaan. Dari situ jumlah kegabutan gua cukup menurun. Mulai dari setiap Senin harus dateng rapat divisi (walau namanya biro tetep rapatnya disebut radiv -singkatan dari rapat divisi), kadang Selasa atau Rabunya ada proker dari divisi lain (dateng lagi), dan Kamis tiap bulannya ada rapat kabinet. Belum lagi beberapa jam tiap minggu-nya harus gua sisihin buat ngerjain tugas gua di MP. Lumayan bermangfaat lah hidup gua. Akhirnya.

Eits, lalu apakah akan sesibuk seperti yang gua bayangkan dahulu sampai-sampai gua ga bisa pulang tiap akhir pekan?

TERNYATA TIDAK SAUDARA-SAUDARA.

Teman-teman himpro ternyata sangat mempertimbangkan anak Jabodetabek yang kangen rumah. Jadi tiap minggu gua masih bisa pulang. Yaah kadang-kadang di akhir minggu terpaksa harus mendekam di Bogor (tidak bisa pulang) karena ikut kegiatan himpro juga sih, tapi gapapa lho karena gua sudah terbiasa. Atau pernah karena pengen banget pulang, gua ke rumah hari Minggu siang lalu balik lagi ke Bogor Senin pagi. Gapapa, yang penting hati senang semua lancar.

Apakah hanya itu saja, Fergusa? Ternyata tidak.

Di MP pun gua belajar rada banyak, salah satunya desain grafis. Sebelumnya gua bisa desain sih, tapi biasa-biasa aja dan skill  gua ini ga kepake sama sekali karena gua gak ada kerjaan. Sejak masuk MP, skill desain jadi sering terpakai. Beberapa kali bantu temen untuk desain juga sampai akhirnya ikut bantu desain grafis kegiatan kelas atau departemen.

Dari awalnya gua banyak gak pedenya, jadi cukup pede, termasuk dalam hal desain. Dulu kalau ditanya bisa desain grafis atau tidak, gua mikirnya lama banget kayak: bisa sih tapi gua kan jarang bikin gua takutnya pas gua bikin terus lu ga suka jadi lu nyangkanya gua ga bisa tapi ngaku bisa. Serumit itu lah pikiran gua pada mulanya. Sekarang, kalau ditanya bisa atau gak ya tinggal gua jawab bisa. Terus hasilnya tinggal disetor ke yang minta tolong, kalau masih ada yang kurang menurut dia ya tinggal revisi. "Gitu aja repot", kata Alm Gusdur.

Ikut Kuliah Kerja Nyata
Salah satu yang membuat 2018 gua 'fine' adalah KKN. Bertemu dengan orang yang sebelumnya gua gak pernah kenal, kemudian keadaan memaksa untuk satu kelompok dan kerja bareng. Ternyata memang 'fine' (salah satunya sepertinya karena Allah mengabulkan doa gua untuk disatukan dengan kelompok yang bisa diajak kerja sama). Di KKN gua juga bertemu dengan masyarakat langsung dan merasakan secara langsung kondisi di lapangan (bukan dari teori-teori kuliah saja). Bantu-bantu sedikit masyarakat di sana, termasuk anak-anaknya. Ternyata benar kata dosen, di KKN bukan kita yang bakal lebih banyak ngasih pelajaran bagi masyarakat, justru masyarakat yang ngasih gua lebih banyak pelajaran.

Di KKN pula, skill pas-pasan videografi dan editing berguna buat bantu kelompok. Setelah KKN pun diminta temen dari kelompok lain buat editin video KKN-nya dan alhamdulillah dapet rupiah. Makasih lho sudah mempertimbangkan saya.

***

Rekapitulasi Secara Keseluruhan
Intinya, kenapa 2018 was fine sebab bukan karena gua ikut organisasi atau gua ikut KKN. Ya iya sih karena itu juga. Tapi ibaratnya, organisasi atau KKN itu hanya jembatan yang mengantarkan gua ke tujuan gua: bermanfaat, tau maunya diri ini tuh apa, dan tau sukanya apa. Mungkin salah satu yang kurang adalah gua belum tau mau jadi apa.

Itu dia, makanya gua sebut 2018 itu seperti senja. Tidak gelap, tidak pula terang-benderang. Tidak buruk, tapi juga tidak cemerlang. Masih butuh poles sana-sini untuk bikin jadi sempurna.

2018 adalah salah satu proses gua.

tentunya 2017, 2016, 2015, 2014, dan seterusnya pun merupakan proses gua juga. tapi seperti yang gua ibaratkan tadi, 2018 adalah senja. Ia menyajikan suasana damai.