Kucing Pertama Kesayangan Kami (Bagian 1)

Jam 10 malam. Sepi. Tanpa erangan atau ketuk-ketuk pintu minta makan. 

Satu bulan yang lalu, tepatnya 3 Juli 2016, gue menangis dari pagi sampai sore. Malamnya gue berusaha tegar tapi air mata tidak dapat dibendung. Gue masih sendu atas kepergian seekor teman.

Sebelumnya gue selalu bermimpi punya hewan kesayangan yang setia bermain dengan gue sampai ia tua atau sampai gue yang tua atau kami berdua tua. Gue bermimpi akan terus memberinya makan sampai ia besar. Sampai ia beranak. Sampai ia membawa anaknya ke depan rumah gue seperti yang dilakukan induknya dahulu. Tapi satu bulan yang lalu, Allah memberi kenyataan lain.

Mundur ke 10 bulan yang lalu, sekitar Oktober 2015

Gue pulang dari Bogor. Kuliah jauh dari rumah menuntut gue untuk bermalam di penginapan kampus. Akhir pekan selalu menyenangkan. Kembali ke rumah adalah penantian utama gue dari Senin sampai Jumat.

Begitu sampai di rumah, gue pun tahu kalau papa punya kegiatan baru yaitu ngasih makan kucing. Barong namanya, katanya. Kucing jantan, penguasa jalan di depan rumah, tukang berantem sama kucing liar lainnya. Perebutan wilayah. Macam kucing bandit di kartun Tom and Jerry. Warnanya perpaduan antara krem dan putih. Walaupun bandit, namanya juga kucing, kalau di depan orang yang akan memberi dia makan, adegan memelas manja pasti dilakukan. Dan hampir tiga bulan rutinitas papa ngasih makan Barong tetap terlaksana. “Kasihan, udah tua.” katanya. “Lagian ini kucing laki, gak akan hamil dan bawa anak” lanjutnya.

 penampakan Barong

penampakan Barong setelah perebutan wilayah

Mundur ke 8 bulan yang lalu, akhir Januari 2016   

Akhirnya gue libur semester!

Libur semester adalah pekan kramat bagi mahasiswa. Pekan sakral ini dimanfaatin mereka yang merantau jauh untuk kembali ke kampung halaman dan berlibur. Kebetulan, gue juga sudah punya rencana untuk mengisi liburan semester ini: jalan-jalan ke Belitung selama tiga hari.

Setelah tiga hari di Belitung (yang gak akan gue ceritakan di pos yang ini karena bahasannya beda), gue pulang ke rumah. Sampai rumah, gue melihat... ANAK KUCING! Anak kucing itu duduk di bangku panjang di teras depan rumah gue. Sendirian. Ukurannya kecil sekali, saking kecilnya cuma butuh satu telapak tangan untuk menggendongnya. Bulunya coklat dengan belang-belang putih, mirip Barong. “Mungkin anaknya Barong. Gak tau tuh, gak mau pergi-pergi.” kata papa menjelaskan.    

Kita berempat (gue, papa, mama, dan adik gue) mulai berspekulasi macam-macam.

“Mungkin Barong bawa ke sini karena ada makanan.”      
“Itu jantan atau betina?”
“Wah si Barong pakek nitipin anak segala”
“Itu jantan. Udah papa cek.”
“Tapi emang bener itu anaknya Barong?”
“Bener. Liat aja bulunya.”

Kami berasumsi segalanya.

***

Dua hari, tiga hari, kucing kecil itu tetap betah di sini. Main ke sana-sini, tapi selalu kembali ke tempat yang sama: teras depan rumah kami. Jadi, sekarang keluarga gue berubah prioritas dari ngasih makan Barong menjadi ngasih makan kucing kecil ini. Alasannya sederhana, yaitu karena kucing ini belum cukup pintar untuk mencari makan sendiri.    

Sama seperti Barong, sama seperti gue, sama seperti adek gue, Arya, kucing ini harus punya nama. Karena kami sekeluarga cukup yakin kalau kucing kecil itu anaknya Barong, maka kami memberi nama Barong Jr (baca: junior). Awalnya nama panggilannya macam-macam. Gue dan adek gue panggil dia Barjun, singkatan namanya. Sedangkan papa panggil dia Jun. Karena gue rasa Barjun bukan nama yang mudah dilafalkan, akhirnya gue ikutin papa panggil nama kucing kecil itu Jun.   

Belum berakhir. Nama Jun ternyata masih kurang enak dilafalkan. Akhirnya mama yang mengubah nama panggilan itu dari Jun menjadi Ujun, suatu panggilan yang enak dilafalkan untuk memanggil seekor kucing kecil nan imut.

"pet me, please?"

***

Gue cukup tertarik dengan Ujun. Gue sering melihat reaksi kucing-kucing ketika diberi lampu laser di Youtube. Gue penasaran, apakah iya kucing sebegitu antusiasnya dengan laser? Kebetulan mama baru dapet souvenir lampu laser untuk presentasi. Akhirnya gue pakai buat percobaan ke Ujun. Reaksinya? IYA SAMA PERSIS KAYAK KUCING-KUCING DI YOUTUBE. Ia lari sana, lari sini. Lompat sana, lompat sini. Setiap bosan, gue selalu keluar rumah dan main laser di teras depan rumah dengan Ujun. Suatu saat gue ke luar, dan Ujun tidak terlihat di kursi panjang seperti biasanya. Gue cari sana-sini, belum ketemu. Cari sono-sona, akhinya ketemu juga. Ia tidur tenang di dalam ember kecil yang ditaruh di balik rak sepatu, persis di depan pintu masuk rumah gue. Menyenangkan sekali melihatnya. Membuat gue ketagihan ke luar rumah tiap malam untuk menengoknya.   

Di hari-hari lain, ketika gue, papa, atau Arya sengaja keluar melihat Ujun. Ia tidak ada di tempatnya. Di ember pun tidak ada. “Ujuuuuuun!”, panggil kami. Lalu sesosok kucing kecil berlari dari balik pohon ke arah kami. Ia tahu ia dipanggil. Sampai di depan kami, ia mengelus-eluskan badannya. Makin lama perasaan sayang itu timbul.   Sebelumnya, belum pernah gue semau ini dengan kucing. Paling parah gue mengangkat kucing kecil ya dengan ditarik kulit di lehernya, seperti induk kucing bawa anaknya. Ngelus kucing pun sama. 

Sebelumnya, gue hanya ngelus kepala kucing dengan dua jari tangan gue: telunjuk dan jari tengah, saking gelinya. Ujun adalah kucing pertama yang bikin gue mau mengelus kepalanya dengan seluruh telapak tangan gue, menggendongnya dengan mengangkat badannya (bukan menarik kulit lehernya), membiarkan dia duduk di pangkuan gue, dan memegang hidungnya (yang ini sebenernya karena gue penasaran kata dosen gue hidung kucing itu dingin dan Ujun adalah eksperimen gue). Bahkan mama yang awalnya sangat jijik sama kucing, mau menggendong Ujun.

"Ujun adalah kucing pertama dalam segala hal buat keluarga kami. Ujun adalah kucing pertama yang kami mandikan dan biarkan masuk ke rumah. Ujun adalah kucing pertama yang kami biarkan duduk di pangkuan. Ujun adalah kucing pertama yang kami selalu beri makan empat kali sehari. Ujun adalah kucing pertama yang kami biarkan tidur di kursi ruang tamu. Ujun adalah kucing pertama yang kami ajak bermain. Ujun adalah kucing pertama kesayangan kami."

 kali pertama Ujun dimandiin. setelah itu doi kedinginan,   
jadi diangetin pake hair dryer 

 Ujun yang selalu kami beri makan 4 kali sehari,  
berusaha berdiri ambil mangkok yang di atas


 kucing pertama yang kami biarkan tidur di ruang tamu kami

Ujun adalah kucing pertama yang kami ajak main.  
Gue suka iseng ngasih kalung atau topi gitu. Lucu soalnya.  
Dianya pasrah aja.. 

Semakin hari, Ujun bukan lagi kucing sebesar tangan. Jadwal makannya yang empat kali sehari membuat tubuhnya gempal di usianya yang baru lima bulan. Tapi justru membuat gue semakin sayang. Wajahnya yang tidak bersalah adalah salah satu hal favorit gue di rumah. Setelah berpergian, hal yang pertama kali keluarga kami lihat di rumah adalah Ujun duduk di atas jok motor di teras depan rumah. Kembali gue ulang, adalah menyenangkan melihat wajah tidak bersalah itu.
 
kebiasaannya tidur atau duduk di jok motor. 
pemandangan pertama yang gue liat setiap kali pulang ke rumah 
i love to see this baby sleeps!

gue dan keluarga suka protes, kenapa sih Ujun mukanya selalu datar?  
ternyata semua kucing sama. 

Ngemeng-ngemeng, Ujun itu anak yang deket sama bapaknya, si Barong. Jadi hampir tiap hari, selain minta makan, si Barong ke rumah buat ketemu Ujun. Mereka saling pandang, saling tatap-tatapan, terus cipika-cipiki. Ini serius, lho, gak dibercandain. Bukan bohongan.

Nah karena Barong itu kucing brandalan, suatu hari dia sakit mata. Entah habis ngapain. Si Ujun gak ngerti bokapnya lagi sakit, tetep dideketin tuh si Barong. Cipika-cipiki lagi, jadinya ketularan :(

mata sebelahnya lebih kecil gara-gara sakit.  
Abis ini, Ujun sama sekali gak boleh ketemu Barong dulu. Bodo amat walau dia bapaknya.  
Sampai Ujun sembuh, sampa Barong sembuh.


 nempel dikit molor

 ini waktu Ujun sakit. dengkuran nafasnya lebih kenceng, gerak-geriknya lebih kalem, lebih manja, minta dipangku terus :')  
waktu itu gue pengen nangis liat doi selemah itu


 Ujun suka banget ke tempat yang lebih tinggi, terus dia ngintip dari situ. Sampai...

Waktu itu gue lagi sholat. Kebetulan tempat sholatnya emang di samping lemari. Nah waktu lagi sholat, gue denger bunyi krasak-krusuk kirain apaan. Gue diemin aja. Iya lah didiemin kan lagi sholat.. Maksudnya gak gue peduliin. Nyoba khusuk aja dulu wakakak.  
Terus selesai sholat, penasaran kan gue. Gue liat di samping lemari, gak ada apa-apa. Di bawah lemari, juga gak ada apa-apa. Pas gue liat ke atas, pemandangan ini yang muncul..

 ada yang merhatiin gue sepanjang saat!

*zoom*

berpaling keak bos

Punya kucing kayak gini, gak mungkin dong gak gue videoin. Ada beberapa video singkat gue yang bakal gue pos biar gak ilang dan tetap tersimpan di internet. Selain video, gue bakal uraikan sedikit lagi kisah tentang kucing pertama kesayangan keluarga gue ini di pos selanjutnya.   

Karena kalo satu postingan aja, banyak banget cyin.   

Dibuka ya pos selanjutnya.